Oktober 21, 2024
Nasional

Buka Puasa Ala PBH Peradi Palembang, Diskusi Kasus Begal Motor

Diskusi PBH Peradi Palembang bertema “Pembelaan Diri dalam Hukum Pidana Indonesia” dengan nara sumber advokat Antoni Toha (kanan) Nurmalah (tengah) dan moderator Aina Rumiyati Aziz (kiri). (FOTO : Mushaful Imam)

Palembang, Probuana.com – Menanti waktu berbuka puasa, Ahad (17/4/2022) Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Palembang mengisi dengan diskusi hukum yang diikuti sekitar 30 orang advokat muda dengan pemantik diskusi dua advokat senior yang juga kandidat doktor, Nurmalah dan Antoni Toha.

Diskusi hukum bertema “Pembelaan Diri dalam Hukum  Pidana Indonesia” yang dipandu moderator Ketua PBH Peradi Aina Rumiyati Aziz membahas kasus yang tengah viral, korban begal motor di Lombok Timur Mertede alias Amaq Sinta yang sebelum dibebaskan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) sempat dijadikan tersangka.

Moderator Aina Rumiyati Aziz membuka pengantar diskusi dengan menjelaskan agenda buka puasa bersama PBH Peradi Palembang. “Pada acara berbuka puasai kali ini saya dengan teman-teman PBH menginginkan sebelum berbuka puasa diisi dengan diskusi. Dengan diskusi ini pada advokat muda ini mendapat ilmu. Kebetulan tema yang dibahas tentang kasus begal motor yang terjadi di NTB,” katanya.

Menurutnya kasus ini menarik untuk diskusikan, pembahasannya tentang pembelaan diri dalam kasus  hukum pidana di Indonesia. “Kasus begal dengan korban menjadi tersangka karena pelakunya dua orang meninggal. Kasus ini mendapat perhatian dari Kapolri sampai masyarakat awam. Kemudian Murtede alias Amaq Sinta lalu dibebaskan polisi menerbitkan SP3. Tepatkah Amaq Sinta menjadi tersangka?” ujarnya.

Pertanyaan lainnya yang muncul kemudian, menurut Aina, “Apakah ini dampak dari pemberitaan yang viral di media massa dan medsos, atau demo besar-besaran dilakukan masyarakat Lombok Tengah? Atau ada sesuatu kesalahan polisi dalam menangani kasus ini. na kasus ini menarik dan perlu dibahas dua narasumber kita,” katanya.

Advokat Antoni Toha SH MH menilai kasus ini merupakan suatu proses kejadian yang ada bahwa dia korban begal lalu diproses karena ada nyawa orang lain yang hilang pelaku begal itu.

“Ini harus dibuktikan dahulu, apakah betul begal tadi dalam pembegalannya? Semua itu harus dijalani melalui proses di pengadilan. Harus ada proses  BAP. Kami melihat sepanjang status tersangka tidak  sampai merenggut hak dan harga diri seseorang silahkan  diproses hukum,” katanya.

Menurutnya kasus ini menjadi bermuatan politis, menjadi blunder bagi satu kelompok dengan melemahkan kelompok atau institusi  yang lain dan ini tidak elok dalam negara kita .

“Saya melihat apapun keputusan kasus ini SP3 tersebut, artinya hukum  diintervensi. Sudah begitu gawatkah negeri ini? Seharusnya itu ranah pengacara, kasus ini terus berproses ke pengadilan lalu diputus, itu yang patut kita ikuti. Itu mekanisme yang benar, kita bela korban yang jadi tersangka di pengadilan sehingga putus tidak bersalah sehingga status hukumnya jelas. Yang meninggal juga, semua menjadi jelas,” kandidat doktor dari Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya (Unsri).

Sementara itu Nurmalah yang juga Wakil Sekretaris Jenderal DPN Peradi melihat proses penyelesaian kasus begal ini tetap disidang sampai ke pengadilan. “Ini tidak menyalahi aturan tapi perlu pembuktian juga. Kini kasus ini berakhir dengan SP3 dari polisi. Ada dua pertanyaan, apakah polisi patuh terhadap hukum atau karena viral di medsos?” ujarnya.

Berdasarkan pengalamannya, menurut Nurmalah, “Bukan rahasia umum , ada kasus yang tadinya tidak naik ke ranah hukum menjadi naik lalu berproses ke pengadilan setelah diviralkan melalui media. Makanya perlu peran media. Kalau dulu peran media massa seperti surat kabar sangat besar. Sekarang ada media sosial yang membuat suatu kasus yang tadinya tidak muncul ke permukaan lalu kasusnya naik atau dilanjutkan.”

Dalam kasus Amaq Sinta menurut Nurmala perlu dikenakan pasal Noodweer (pembelaan diri) dimana dia adalah korban tapi jika kasus ini terus ke pengadilan dapat digunakan teori absolut dalam hukum pidana dan teori hukum progresif, hakim harus menemukan hukum .

“Jika disebut Amaq Sinta membawa pisau saat itu, sementara dia sejak awal tidak ada niat melakukan kejahatan yang bisa dibuktikan bahawa membawa pisau bukan untuk melakukan kejahatan. Saya setuju jika dia menjadi tersangka dulu tapi dia membela diri kan? Jadi ada pidana dulu baru dihapuskan, karena perlu adanya pembuktian dulu,” katanya. (maspril aries)

Follow Me:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *