King Solomon, Panutan Arbiter Dalam Menangani Sengketa Arbitrase
Ramah tamah para Arbiter dalam acara Silaturahmi Arbiter BANI se- Indonesia yang digelar pada Rabu (18/5/2022) di Financial Hall Graha CIMB Niaga Jakarta Selatan.
Jakarta, Probuana.com – Dalam rangka merayakan Hari Raya Idul Firti 1443 H, Pengurus Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI Arbitration Center) menggelar acara bertajuk Silaturahmi Arbiter BANI se- Indonesia yang digelar pada Rabu (18/5/2022) di Financial Hall Graha CIMB Niaga Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan itu, Dewan Penasihat BANI Prof. Dr. Ahmad M. Ramli menyampaikan lima pokok renungan ramadhan bagi arbiter yang terdiri dari makna silaturahmi dan kepedulian sosial, sedekah ilmu pengetahuan, lingkungan dan kesehatan, dan prinsip kesalehan sosial, serta konsep arbitrase.
Dalam konsep arbitrase, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran itu mengungkapkan sejarah lahirnya arbitrase yang dikutip dari buku Elkouri & Elkouri (1970). Dalam buku itu diceritakan bahwa arbitrase lahir pada masa King Solomon (Nabi Sulaiman) menjadi raja.
Pada saat itu, Nabi Sulaiman memutus sengketa perebutan bayi laki-laki oleh dua orang perempuan yang mengaku sebagai ibu kandungnya. King Solomon menurut Elkouri memutuskan untuk memotong 2 bayi tersebut yang kemudian diprotes oleh salah seorang Ibu dan bersedia kalah daripada bayi itu tewas. King Solomon kemudian menyerahkan bayi itu justru pada si Ibu yang mengalah, karena ia yakin dialah ibu yang sebenarnya.
“Kisah ini telah menjadi sejarah lahirnya arbitrase dan terus menginspirasi para Arbiter di seluruh dunia dalam menyelesaikan perselisihan. Sikap bijak, netralitas, independensi, tegas dan jika perlu investigative dan kejujuran menjadi bagian dari proses arbitrase,” ungkap Ramli.
Menurutnya, keberhasilan sebuah proses arbitrase tidak lepas dari sejumlah faktor seperti adanya itikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka. Setelah itu tentu profesionalitas, ekspertis, kapasitas beracara dan sikap adil dan independen para arbiternya.
“Tentu yang harus dipahami bahwa Arbiter bukan lawyer pihak yang menunjuknya, tapi seorang yang akan memutus (tahkim/wasit) dengan seadil-adilnya berbasis itikad baik, hukum, keadilan dan independensi termasuk kepada pihak yang memilihnya,” ujarnya.
Faktor lain adalah produk berupa putusan yang adil, akan melahirkan putusan yang diterima dengan lapang dada oleh para pihak sehingga meminimalisir upaya lain seperti pembatalan putusan. Oleh karenanya win-win solution menjadi daya tarik tersendiri karena pada hakikatnya dalam arbitrase semua pihak tidak ada yang kalah, mereka menang sesuai dengan kedudukan hukumnya. (dja/js)